PETITAH (Perjalanan Menuju Awal)
Berikut salah satu review yang ditulis oleh pembaca untuk salah satu buku Hasfa.
Selamat menyimak ya.
Judul : PETITAH (Perjalanan Menuju Awal)
Penulis : a[rt]gus faizal
Halaman : 60 hal
Tahun : 2012
Penerbit :
Hasfa Publishing
Sebagian
besar masyarakat mempersepsi Ramadhan tidak hanya berpuasa dan tarawih,
tetapi secara simultan dimaknai sebagai masa mendulang rejeki dalam
berbisnis. Terbukti dengan lahirnya stan kuliner musiman, bazar dadakan,
hinggabig sale di pusat perbelanjaan. Lantas, benarkah persiapan Ramadhan hanya perlu dari segi fisik?
Buku
ini mengenakan latar bulan puasa agar mengisi 30 hari secara maksimal.
Tetapi juga menarik dibaca pada musim umum lainnya karena akan menggugah
emosi mengenai sikap kita dalam menjalani perintah agama. Sebuah buku
yang mengelontorkan ironi di masyarakat. Semua mengenai kehidupan
Ramadhan yang terjadi di lingkungan dekat. Mulai dari puasa, karakter
masyarakat kita dalam berpuasa, hingga hiruk pikuk lebaran di ujung
mata.
Penulis
mampu menggebrak di awal dengan rasa jeri tidak dapat menuntaskan puasa
sebulan penuh. Bisa saja seketika nyawa dipanggil oleh Sang Pemilik.
Tulisannya meniupkan rasa gamang yang menyeruak pecah. Katanya mengiris
hati pembaca sekaligus menampar agar kita tidak terlena dengan riuhnya
acara televisi selama Ramadhan, atau terjebak pada pesona idola yang
menjelma menjadi santun dalam sebulan. Apalagi masa Ramadhan kerap kali
melahirkan ucapan di jejaring sosial unik atau baliho serta billboard yang
marak. Semoga saja semuanya bukan sekedar barisan kalimat belaka.
Penulis juga mendefinisikan Ramadhan sebagai masa perubahan yang tidak
hanya dari segi luar. Justru Ramadhan adalah era untuk peka kepada
sesama, dan sebagai obat rasa gundah. Benarkah? Bagaimana bisa? Tentu
saja, buktinya penulis telah menjelaskan secara implisit bagaimana
memiliki modal bahagia. Setelah membaca, pembaca akan tersadar betapa
ringan dan mudahnya meraih kebahagiaan itu. Setiap kalimatnya akan
membuka mata pembaca.
Penulis berhasil melukiskan ruang masjid selama Ramadhan dengan menggelitik.Untuk
ruang masjid sebesar ini, tentu tidak imbang jika hanya tiga baris
sajadah yang digelar hanya di bagian depannya saja. Padahal saat terawih
tiba, para jamaah memenuhi hingga ke baris paling belakang. … Ketika
waktu subuh berkesempatan menyambangi lagi, ternyata tiga baris sajadah
itu terlalu banyak tergelar (hal.21). Dengan pemilihan diksi dan
menonjolkan paradoks, penulis meledakkan pemahamannya dari hal-hal kecil
tetapi penuh makna mendalam. Belum lagi ceritanya mengenai hubungan
Ramadhan dengan Al Qur’an. Sampai apa saja sih yang menjadi ciri khas di
bulan Ramadhan? Semua terkupas di buku ini.
Buku
“Petitah” akan
membuat pembaca mendesah panjang. Pemilihan kosa kata yang beragam
tetapi menawarkan alur yang dekat dengan kehidupan kita. Pemaknaan cinta
yang sebenarnya juga tertulis jelas. Bukankah banyak orang tengah
mencari cinta? Penulis pun menunjukkan bagaimana waktu berputar yang
terasa biasa, padahal di setiap detiknya memiliki harta berharga.
Seolah-olah penulis tengah bermunajat agar Ramadhan akan tercerap di
setiap masyarakat, padahal sekaligus ikhtibar bagi pembaca.
Buku
yang akan menjawab berbagai pertanyaan. Benarkah lebih ramai acara buka
puasa bersama daripada aktifitas tarawih? Bagaimana dengan fenomena
jamaah yang semakin menipis menjelang lebaran? Apakah saat semesta gelap
pada bulan Ramadhan berjalan sama dengan hari-hari umumnya? Hingga
penulis menuliskan tentang lebaran. Apakah kemenangan hanya dimeriahkan
secara fisik? Atau haruskah terjebak dalam rasa sedih akan berpisah
dengan Ramadhan?
Penulis
menganalogikan kalau hidup mungkin permainan. Antara lakon dengan
sutradara. Tanpa lupa mengingatkan pembaca kepada Sang Khalik. Tentu
saja kitab suci sebagai pedoman hidup. Membeberkan bagaimana sumber
tersebut akan membuat pembaca meraih kebahagiaan hakiki.
Memaknai
jajaran kalimat sangkil di buku ini acapkali membuat pembaca terhenyak.
Pemilihan kata yang puitis semakin mudah merasuk ke jiwa. Makna-makna
yang tersirat menonjolkan realita terdekat. Akan berhasil membuat
pembaca termenung meresapi tulisannya. Mungkin penulis berharap Ramadhan
yang sesungguhnya mampu berdenyut kembali di masyarakat.
Nama
a[rt]gus faizal memang memiliki daya tarik dalam setiap karyanya.
Elemen kata-katanya yang penuh warna dan cerdas menjadi poin plus.
Penulis buku Aletheia Cinta dan salah satu penulis di
novel Mayasmara ini
selalu menyajikan karya dengan kata yang berbobot. Dalam buku ini
semakin mengukuhkan karakteristik gaya penulisannya. Dengan tema yang
sederhana tetapi mampu membangun karya yang megah. Memaksa pembaca
menginterpretasi hasil imajinasinya.
Pilihan a[rt]gus faizal menggandeng penerbit Hasfa Publishing sangatlah
tepat. Perusahaan yang sudah memiliki ikonik sebagai pencetak buku-buku
berkelas. Idealisme yang tegas selalu terlukis di buku-bukunya. Namanya
sudah menjadi jaminan untuk menghasilkan buku yang menjunjung
intelektual penulis.
Mungkin
aku bukan pecinta puisi. Tetapi aku sangat menikmati buku ini. Sebuah
kreatifitas yang mengeksplorasi kata perenungan sekaligus menggelitik
pikiranku yang mengetengahkan cermin Ramadhan. Aku seakan terbawa dalam
pelajaran terpemanai yang santai tetapi sarat ilmu. Bukan guru yang
menggurui. Hanya aliran cerita yang menjadi pecutku untuk menjadi lebih
baik. Ternyata, Idul Fitri bukan sekedar akhir Ramadhan. Oh ya???
lengkapnya ada di buku
Petitah : Perjalanan Menuju Awal ini.
Happy reading.
Review oleh Wuri N
Buku-buku HP terdapat di Gramedia, Gunung Agung,Togamas, dan
agen/tokobuku terdekat . Atau bisa dg pembelian online.
Silakan pesan via sms/wa 085701591957. Tulis nama/alamat/jmlh/judul buku yg dipesan