Hasfa

Menerbitkan dan Menumbuhkan Kebaruan

 Justice from the Ground Up: Reflections on My New Book




When we think about justice, we often picture courtrooms, judges, and thick books of law. But for many women in Indonesia, justice doesn’t begin there. It begins in small, everyday spaces: a village hall where a paralegal patiently explains someone’s rights, a rented house that doubles as a safe space, or a WhatsApp group where survivors quietly seek advice.

These are the stories that inspired my new book, Co-Producing Justice: Grassroots Paralegals, Safe Spaces, and Women’s Empowerment in Indonesia.

The book explores how women and communities are building an ecosystem of justice that is not only legal, but also spatial and social. It highlights the powerful role of Muslimat NU paralegals who guide neighbors through complex legal systems, the importance of safe houses and consultation rooms as infrastructures of dignity, and the ways state–civil society partnerships can transform governance.

One of the key insights I share is that justice is not only about punishment—it is about protection, empowerment, and co-creation. Survivors are not just passive recipients of aid; they are leaders and decision-makers shaping their own futures.

Why does this matter? Because the challenges faced in Indonesia are not unique. Across the Global South, communities are asking how justice can be made accessible, safe, and culturally resonant. Indonesia’s story offers valuable lessons: how faith-based organizations can innovate justice, how digital tools are opening new pathways, and how women’s agency transforms entire communities.

I hope this book will serve as both a reflection and an invitation:
✨ A reflection on how far we’ve come in reimagining justice.
✨ An invitation to scholars, policymakers, and activists to join in co-creating a future where justice truly belongs to everyone.

If you’re curious, passionate, or working in the fields of gender justice, law, or community empowerment—I invite you to explore Co-Producing Justice and walk alongside the women and communities who are transforming silence into strength.

Read the book at google play book

also available at google books 

bit.ly/DianNafi


 


Setiap penelitian selalu berangkat dari pertanyaan. Namun, sering kali data yang kita kumpulkan terasa kering—seperti angka-angka tanpa nyawa. Padahal di balik angka, ada cerita. Ada pengalaman yang bisa memperkaya pemahaman kita tentang manusia dan dunia sosial.

Di sinilah Narrative Inquiry hadir.

Metode riset ini membantu peneliti menggali cerita dari partisipan, lalu menafsirkannya sebagai sumber pengetahuan yang bernilai. Dengan pendekatan naratif, penelitian bukan hanya sekadar laporan akademik, tetapi juga jendela untuk memahami pengalaman manusia dengan lebih mendalam.

Apa Itu Narrative Inquiry?

Secara sederhana, Narrative Inquiry adalah metode penelitian kualitatif yang berfokus pada kisah hidup seseorang. Cerita-cerita yang dikumpulkan bukan hanya menjadi data, tapi juga jantung dari penelitian.

Metode ini banyak digunakan di bidang pendidikan, psikologi, kesehatan, bahkan studi budaya—karena ia mampu menangkap nuansa, emosi, dan makna yang sering hilang dalam data kuantitatif.

Mengapa Penting untuk Dipelajari?

Bagi mahasiswa yang sedang menulis skripsi atau tesis, Narrative Inquiry bisa menjadi metode yang lebih dekat dengan manusia—sehingga proses penelitian terasa lebih hidup.
Bagi dosen atau peneliti, metode ini membuka peluang untuk menghasilkan riset yang tidak hanya akademis, tapi juga humanis dan menyentuh.

Belajar Narrative Inquiry dengan Mudah

Untuk Anda yang ingin mendalami metode ini, kini tersedia:

📘 Buku "Metode Riset Narrative Inquiry"
– Menjelaskan dasar-dasar konsep, langkah teknis, hingga contoh aplikasinya dalam penelitian nyata.

bisa dibeli via google play book
https://play.google.com/store/books/details/dian_nafi_Meruang_Cerita?id=cZ53EQAAQBAJ

atau via google book
http://books.google.com/books/about?id=cZ53EQAAQBAJ



🎓 Kursus Online Narrative Inquiry
– Membimbing Anda langkah demi langkah, mulai dari menyusun pertanyaan riset, teknik wawancara naratif, hingga menulis hasil penelitian yang kaya makna.

link kursusnya 
https://www.udemy.com/course/metode-riset-narative-enquiry/

Keduanya dirancang agar siapa pun—baik mahasiswa, dosen, maupun peneliti—bisa memahami Narrative Inquiry tanpa kebingungan.

Meneliti Bukan Hanya Mengumpulkan Data

Pada akhirnya, penelitian adalah tentang manusia. Narrative Inquiry mengajarkan kita untuk lebih peka, lebih mendengar, dan lebih menghargai pengalaman hidup orang lain.

🌿 Dengan belajar metode ini, Anda tidak hanya menghasilkan penelitian, tetapi juga menyuarakan kisah-kisah yang layak untuk didengar.



 


Pernahkah kamu merasakan, ada kalimat yang begitu lama berdiam di kepalamu, menunggu waktu yang tepat untuk lahir di halaman kosong?
Pernahkah kamu membayangkan, bagaimana jika kalimat itu bukan hanya mengisi lembar buku harian, tapi juga mengisi rekening bankmu?

Itulah yang saya rasakan bertahun-tahun lalu. Menulis, bagi saya, awalnya adalah pelarian—cara mengurai perasaan dan pikiran yang terlalu sempit jika hanya disimpan di dada. Saya menulis di buku tulis bekas, di sela-sela kuliah, di pojok kafe, bahkan di sudut pasar saat menunggu pesanan. Tidak pernah terlintas sedikit pun, bahwa kebiasaan ini bisa menjadi profesi yang menopang hidup.

Namun, hidup punya caranya sendiri untuk memberi kejutan. Cerpen pertama yang saya kirimkan ke sebuah media lokal dimuat, dan dari situlah semuanya bergulir. Honor kecil dari cerita itu saya gunakan untuk membeli buku tulis baru dan segelas kopi yang lebih enak. Saya tidak sadar, itu adalah bibit pertama dari perjalanan menuju writerpreneurship—sebuah perjalanan menggabungkan passion menulis dengan keterampilan wirausaha.

Menulis Lebih dari Sekadar Hobi

Banyak orang menganggap menulis hanyalah kegiatan hobi, bahkan sering kali “mewah” karena memerlukan waktu dan energi yang cukup. Tapi saya percaya, menulis adalah keterampilan yang bisa dikelola layaknya bisnis. Seperti usaha lainnya, menulis butuh strategi, branding, dan tentu saja keberanian untuk memasarkan diri.

Kenyataannya, karya yang baik tidak selalu ditemukan pembaca, kecuali kita yang membawanya ke hadapan mereka. Di sinilah mindset writerpreneur menjadi penting: kita tidak hanya menciptakan karya, tapi juga mengemas, memasarkan, dan memonetisasi karya tersebut.

Dari Buku ke Kelas

Saya menuliskan pengalaman, metode, dan strategi ini dalam buku Writerpreneurship. Buku ini bukan hanya memuat teori, tetapi juga contoh-contoh nyata, termasuk kegagalan yang saya alami—karena dari situlah pembelajaran paling berharga datang.

Di buku itu, saya mengurai hal-hal seperti:

  • Bagaimana menemukan ide yang bernilai jual

  • Cara membangun audiens pembaca

  • Langkah-langkah mengubah tulisan menjadi produk komersial

  • Teknik pemasaran karya di era digital

  • Menjalin kolaborasi yang menguntungkan

Buku ini menjadi pijakan untuk membuka kelas Writerpreneurship, di mana saya bisa berinteraksi langsung dengan para peserta, membedah karya mereka, dan memberi panduan personal. Bagi saya, kelas ini adalah ruang belajar bersama. Saya pun masih belajar dari pengalaman para peserta, dari cara mereka memandang dunia dan memproses cerita.

Mengubah Tulisan Menjadi Sumber Penghasilan

Salah satu kisah yang selalu saya ingat adalah seorang peserta yang awalnya ragu ikut kelas karena merasa tulisannya “biasa saja”. Ia tidak pernah mempublikasikan karyanya, apalagi menjualnya. Setelah kelas, ia memberanikan diri membuat e-book berisi kumpulan esai, memasarkan di media sosial, dan dalam dua bulan, ia berhasil menjual ratusan eksemplar digital.

Itu mengingatkan saya, bahwa writerpreneurship bukan soal siapa yang paling berbakat, tapi siapa yang paling konsisten belajar dan bertindak.

Mindset yang Harus Dimiliki

Untuk menjadi writerpreneur, ada beberapa mindset yang menurut saya wajib dimiliki:

  1. Profesionalisme — Menulis dengan komitmen waktu dan kualitas, sama seriusnya seperti pekerjaan lain.

  2. Ketekunan — Karya pertama mungkin tidak laku, tapi itu bukan akhir.

  3. Keberanian — Tidak semua orang akan menyukai karyamu, tapi itu tidak boleh menghentikan langkahmu.

  4. Keterbukaan — Mau belajar strategi baru, terutama di pemasaran digital.

Mengundang Kamu dalam Perjalanan Ini

Buku Writerpreneurship adalah panduan yang saya tulis dengan sepenuh hati, berdasarkan pengalaman nyata dan wawancara dengan para penulis yang sukses menghidupi diri dari karyanya. Sementara kelas Writerpreneurship adalah ruang interaktif, tempat kita belajar, bertanya, dan saling menginspirasi.

Kalau kamu pernah bertanya: “Bisakah saya hidup dari menulis?” — jawabannya adalah, bisa. Tapi seperti menanam pohon, butuh proses, perawatan, dan strategi yang tepat.

Mari kita belajar bersama.
📚 Buku Writerpreneurship → Beli di Google Play Books
🎓 Kelas Writerpreneurship → Ikuti di Udemy

Karena menulis adalah menanam masa depan. Dan masa depanmu, bisa jadi, dimulai dari satu halaman yang kamu tulis hari ini.




Banyak mahasiswa, dosen, atau peneliti menghadapi hal yang sama. Berikut beberapa opsi sumber sponsorship untuk biaya registrasi konferensi, terutama untuk bidang akademik:


🎓 1️⃣ Kampus/Institusi Sendiri

Biasanya ini yang paling logis dulu:
✅ Dana Fakultas/Prodi – banyak prodi/universitas punya anggaran untuk mendukung keikutsertaan mahasiswa/dosen di konferensi.
✅ Lembaga Penelitian/P2M/LPPM – jika terkait penelitian, sering ada skema insentif publikasi atau dana diseminasi hasil riset.
✅ Beasiswa Internal – beberapa kampus punya beasiswa perjalanan (travel grant).


💡 2️⃣ Lembaga Pemerintah

Untuk peneliti, dosen, atau mahasiswa:
✅ Kemendikbud-Ristek – lewat Hibah Penelitian atau skema Pendanaan Diseminasi.
✅ LPDP – meski fokus beasiswa kuliah, LPDP juga kadang mendanai presentasi paper (khusus awardee).
✅ BRIN – untuk peneliti, BRIN punya pendanaan conference (biasanya selektif).
✅ Pemda/Disdikbud – kalau karya punya dampak lokal, kadang pemerintah daerah mau mendukung.


🤝 3️⃣ Sponsorship dari Swasta

✅ Perusahaan Terkait Tema Riset – misalnya kalau topiknya sustainability, coba ke perusahaan yang CSR-nya relevan.
✅ Bank – beberapa bank punya program CSR pendidikan.
✅ Penerbit/Media – kalau paper-mu akan diterbitkan atau relevan dengan industri kreatif, penerbit/media kadang mendukung.
✅ Yayasan/NGO – yayasan riset atau yayasan filantropi kadang mendukung karya akademik.


🌍 4️⃣ Pendanaan Internasional

Beberapa konferensi sendiri punya Travel Grant atau Scholarship. Biasanya info ini ada di website konferensi.
Contoh: IEEE, ICOMOS, atau beberapa conference Eropa sering punya skema waiver/discount.
Juga bisa coba:
✅ DAAD (Jerman)
✅ Erasmus+
✅ ASEAN Foundation


📢 5️⃣ Crowdfunding

Kalau opsi formal mentok, bisa coba bikin campaign di Kitabisa, GoFundMe, atau sejenisnya — banyak yang berhasil asal komunikasinya menarik.


💼 Tips Praktis

  • Siapkan proposal sponsorship yang jelas: apa temanya, kenapa penting, manfaat untuk sponsor.

  • Sertakan surat undangan/LoA dari conference.

  • Cantumkan publikasi/pencapaian sebelumnya.

  • Tawarkan nilai tukar balik — misalnya logo sponsor di poster, presentasi, publikasi, dll.



Menguatkan Perempuan, Menggerakkan Keadilan: Dian Nafi Hadir dalam Launching Relawan Paralegal Muslimat NU Jawa Tengah

Semarang pagi itu berselimut semangat pemberdayaan. Bertempat di kompleks Gubernuran Jawa Tengah, Jalan Pahlawan, sebuah gerakan baru resmi diluncurkan: Relawan Paralegal Muslimat NU Jawa Tengah. Gerakan ini menjadi tonggak penting bagi perempuan-perempuan yang tak hanya ingin mendampingi, tapi juga berdiri kokoh sebagai penjaga keadilan di akar rumput.

Di tengah para tokoh perempuan, aktivis, akademisi, dan kader Muslimat NU dari berbagai daerah, hadir pula Dian Nafi—penulis, arsitek, sekaligus penggerak sosial yang selama ini dikenal aktif dalam isu-isu kemanusiaan dan budaya. Kehadiran Dian memberi warna tersendiri. Ia bukan hanya penonton, tetapi turut menyatu dalam semangat kolektif yang mengalir dalam forum tersebut.

“Paralegal adalah wajah lain dari keberanian perempuan,” ujar Dian. “Ketika kita bisa hadir untuk sesama, menyuarakan yang tertindas, dan memahami hukum dengan hati yang berpihak, kita sedang membangun masa depan yang lebih adil.”

Launching ini bukan hanya seremoni. Ia adalah awal dari gerakan yang akan menjangkau desa-desa, kampung-kampung, dan keluarga-keluarga yang selama ini kerap tak terjangkau oleh layanan hukum formal. Dengan pelatihan, pendampingan, dan edukasi, para relawan paralegal ini akan menjadi pelita kecil di tengah tantangan hukum yang sering rumit dan tidak ramah pada perempuan dan anak.

Dian Nafi, yang banyak menulis tentang perempuan, keadilan sosial, dan spiritualitas, melihat momentum ini sebagai panggilan zaman. “Ini bukan hanya tentang hukum, tapi tentang keberanian kolektif perempuan untuk bangkit, belajar, dan bertindak,” tuturnya.

Dengan balutan nuansa hijau khas Muslimat NU dan semangat solidaritas, acara ini menjadi bukti nyata: bahwa perempuan bisa menjadi pelindung, penuntun, dan pembaharu—bukan hanya dalam rumah tangga, tapi juga dalam kehidupan sosial dan hukum.

Jilbab: Pilihan, Tekanan, atau Eksistensi?




“Kenapa kamu pakai jilbab?”

Pertanyaan itu muncul di DM Instagram Laila setelah ia mengunggah foto OOTD terbarunya. Bukan dari haters atau akun anonim, tapi dari temannya sendiri.

Laila terdiam. Jawabannya apa, ya?

Karena agama? Iya. Tapi dia juga suka mix & match gaya hijab yang trendi.
Karena keluarga? Mungkin. Ibunya selalu bilang jilbab itu kewajiban.
Karena lingkungan? Bisa jadi. Di kampus, teman-temannya banyak yang berhijab.
Karena branding diri? Hmm... nggak munafik, jadi hijabers di media sosial memang bisa mendatangkan cuan.

Laila tertawa kecil. Jilbab ternyata bukan sekadar kain yang menutup kepala, tapi juga ruang negosiasi identitas.

Di dunia yang serba cepat ini, jilbab sudah bukan sekadar simbol keagamaan. Ia juga bagian dari budaya, fashion, industri, bahkan perlawanan. Ada yang mengenakannya karena pilihan, ada yang merasa terpaksa, ada yang menjadikannya statement feminisme, dan ada yang harus berjuang melawannya di negara yang melarang jilbab.

Jadi, pertanyaannya bukan lagi "Kenapa kamu pakai jilbab?"
Tapi lebih ke "Bagaimana jilbab membentuk siapa dirimu?"

📖 "Jilbab dalam Hybrid Paradox: Tradisi, Modernitas, dan Identitas Muslimah" membahas fenomena jilbab dari berbagai sudut—agama, budaya, tren, kapitalisme, hingga digitalisasi identitas Muslimah.

Bukan buku yang menghakimi, tapi yang membuka wawasan.

Kamu siap untuk melihat jilbab dari perspektif yang lebih luas?

Link untuk mendapatkan bukunya:

di google play books

https://play.google.com/store/books/details?id=nAdMEQAAQBAJ

di google books

http://books.google.com/books/about?id=nAdMEQAAQBAJ


#Jilbab #HybridParadox #GenZMuslim #IdentitasMuslimah #Hijabers #SelfDiscovery

Mengurai Paradox: Menemukan Jalan Baru dalam Keberlanjutan



Ketika kita membicarakan keberlanjutan, apa yang terlintas di benak kita? Mungkin gambaran tentang hutan hijau, energi terbarukan, atau janji perusahaan besar untuk mengurangi jejak karbon mereka. Namun, di balik narasi indah itu, ada kenyataan yang lebih kompleks—sebuah paradoks yang sering kali tak kita sadari.

Di satu sisi, dunia mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa henti. Inovasi, teknologi, dan investasi hijau berkembang pesat. Namun, di sisi lain, lingkungan terus mengalami degradasi, limbah energi terbarukan menumpuk, dan masyarakat rentan justru semakin tersingkir dari ekosistem keberlanjutan yang ideal. Inilah yang disebut sebagai Hybrid Paradox of Sustainability—sebuah ironi di mana solusi yang ditawarkan justru melahirkan tantangan baru.

Melampaui Narasi Greenwashing

Buku ini bukan hanya sekadar membahas keberlanjutan dari sudut pandang idealisme. Sebaliknya, ia membongkar berbagai kontradiksi yang terjadi di lapangan. Apakah perusahaan benar-benar peduli dengan lingkungan atau hanya sekadar strategi pemasaran? Bagaimana kita bisa memastikan bahwa energi hijau benar-benar ramah lingkungan, bukan sekadar berganti wajah dari satu bentuk eksploitasi ke bentuk lainnya?

Dari industri mode hingga pertambangan rare earth yang menopang teknologi hijau, dari smart cities yang menyisakan jejak karbon hingga kebijakan keberlanjutan yang seringkali bias terhadap kepentingan tertentu—buku ini menggali lebih dalam, menelusuri dilema dan menawarkan perspektif yang lebih jujur.

Mengintegrasikan Kearifan Lokal dengan Pendekatan Modern

Salah satu kritik terbesar terhadap model keberlanjutan global adalah dominasi pendekatan Barat yang sering mengabaikan kearifan lokal dan tradisi masyarakat adat. Padahal, banyak komunitas di dunia telah menerapkan praktik keberlanjutan selama berabad-abad—mulai dari sistem irigasi subak di Bali hingga konsep permaculture di berbagai belahan dunia.

Buku ini mencoba menghadirkan hybrid model, yaitu sebuah pendekatan yang tidak hanya mengandalkan inovasi teknologi dan kebijakan global, tetapi juga mengakui serta mengadopsi strategi keberlanjutan berbasis komunitas dan tradisi lokal. Karena keberlanjutan bukan hanya soal teknologi tinggi, tetapi juga soal pola pikir, etika, dan keseimbangan.

Dari Paradoks ke Sinergi: Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Buku ini bukan sekadar kritik, tetapi juga menawarkan solusi konkret. Bagaimana individu, bisnis, dan pemerintah dapat bekerja sama menciptakan kebijakan yang lebih adaptif? Bagaimana kita bisa keluar dari jebakan greenwashing dan benar-benar berkontribusi pada perubahan yang lebih berkelanjutan?

Melalui analisis yang mendalam, studi kasus nyata, dan refleksi kritis, Hybrid Paradox of Sustainability mengajak kita berpikir ulang, mempertanyakan, dan merancang ulang pendekatan kita terhadap keberlanjutan. Karena di tengah paradoks yang ada, masih ada jalan menuju sinergi—jalan menuju masa depan yang benar-benar hijau, adil, dan berkelanjutan.

🌱 Siapkah kita membangun masa depan yang lebih jujur dan inklusif? Temukan jawabannya dalam buku ini! 🚀✨

Berikut link bukunya di google play book

https://play.google.com/store/books/details?id=7hVJEQAAQBAJ

tersedia juga di google book

http://books.google.com/books/about?id=7hVJEQAAQBAJ


 Meneliti Arsitektur dan Lingkungan Binaan: Buku Panduan yang Wajib Dibaca!



Bagi mahasiswa, akademisi, dan praktisi arsitektur, melakukan penelitian bukan sekadar mengumpulkan data dan menyusun laporan. Lebih dari itu, penelitian adalah tentang memahami ruang, manusia, dan bagaimana keduanya berinteraksi dalam lingkungan binaan. Tapi, bagaimana caranya meneliti arsitektur dengan metode yang tepat?

Buku "Metodologi Penelitian Arsitektur dan Lingkungan Binaan" hadir sebagai panduan yang akan membantu Anda menyusun penelitian yang tidak hanya sistematis tetapi juga relevan dengan perkembangan zaman.

Kenapa Buku Ini Penting?

Melakukan penelitian di bidang arsitektur berbeda dengan penelitian di bidang lain. Tidak hanya berkaitan dengan angka dan data teknis, tetapi juga menyangkut pengalaman manusia, budaya, sejarah, serta aspek keberlanjutan. Oleh karena itu, memahami metodologi penelitian dengan pendekatan yang tepat sangatlah penting.

Buku ini tidak hanya menjelaskan berbagai metode penelitian, tetapi juga memberikan wawasan tentang tren terbaru dalam arsitektur, mulai dari sustainability, teknologi digital, hingga smart cities.

Apa Saja yang Dibahas?

Buku ini dirancang agar mudah dipahami, mulai dari konsep dasar hingga penerapan praktis. Berikut beberapa topik utama yang dibahas:

🔹 Paradigma dalam Penelitian Arsitektur – Memahami cara berpikir dalam riset, mulai dari pendekatan positivisme hingga fenomenologi.

🔹 Pendekatan Penelitian – Apakah Anda lebih suka analisis angka yang jelas dan terukur? Atau lebih tertarik menggali makna dan pengalaman manusia dalam ruang? Buku ini mengupas tuntas pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan mixed methods dalam penelitian arsitektur.

🔹 Teknik Pengumpulan Data – Menjelaskan berbagai metode seperti observasi langsung, wawancara, kuesioner, studi literatur, hingga eksperimen.

🔹 Analisis Data dan Pemanfaatan Teknologi – Memanfaatkan software seperti SPSS untuk statistik, NVivo untuk analisis kualitatif, hingga GIS dan BIM untuk pemetaan arsitektural.

🔹 Strategi Publikasi Ilmiah – Bagaimana cara menerbitkan penelitian di jurnal atau konferensi internasional? Buku ini akan membantu Anda memahami etika publikasi dan menghindari jebakan plagiarisme.

Siapa yang Akan Mendapat Manfaat dari Buku Ini?

📌 Mahasiswa arsitektur yang sedang menyusun skripsi atau tesis
📌 Dosen dan akademisi yang ingin memperdalam metodologi penelitian
📌 Peneliti yang ingin mengeksplorasi teknik analisis data terbaru
📌 Praktisi arsitektur yang ingin mengaplikasikan penelitian dalam desain dan pembangunan

Kesimpulan

Jika Anda ingin menyusun penelitian yang solid, memiliki fondasi teori yang kuat, serta bisa dipublikasikan di jurnal ilmiah atau diterapkan dalam praktik nyata, maka buku "Metodologi Penelitian Arsitektur dan Lingkungan Binaan" ini adalah referensi yang tidak boleh dilewatkan.

Yuk, mulai riset arsitektur dengan cara yang lebih terstruktur dan berdampak! 📖✨

📌 Apa tantangan terbesar yang pernah Anda hadapi dalam melakukan penelitian arsitektur? Bagikan pengalaman Anda di kolom komentar! 🚀

LINK BUKUNYA: 

https://play.google.com/store/books/details?id=k4RIEQAAQBAJ

http://books.google.com/books/about?id=k4RIEQAAQBAJ


Commoning in Hybrid Paradox Perspective: Menavigasi Tradisi dan Modernitas



Mengapa Commoning Penting?

Di tengah gempuran kapitalisme dan privatisasi, praktik commoning—berbagi sumber daya secara kolektif—menjadi solusi untuk menjaga kesejahteraan sosial. Commoning telah ada sejak lama dalam berbagai bentuk, mulai dari pengelolaan lahan pertanian tradisional hingga komunitas digital yang berbagi pengetahuan secara terbuka. Namun, bagaimana praktik ini bertahan di era modern yang penuh paradoks?

Hybrid Paradox dalam Commoning

Dalam buku terbaru Commoning in Hybrid Paradox Perspective, kita diajak untuk memahami bagaimana praktik berbagi sumber daya menghadapi tantangan besar akibat ketegangan antara nilai tradisional dan modernitas. Hybrid Paradox adalah kondisi di mana dua sistem yang tampak bertentangan tetap hidup berdampingan, menciptakan tantangan sekaligus peluang baru. Dalam konteks commoning, ini mencakup:

  • Konflik antara sistem kepemilikan komunal dan privatisasi.
  • Ketegangan antara kebijakan pemerintah dan inisiatif masyarakat.
  • Integrasi teknologi dalam praktik berbagi sumber daya.

Studi Kasus: Urban vs Rural Commoning

Buku ini juga mengulas berbagai studi kasus tentang bagaimana commoning diterapkan dalam komunitas urban dan rural:

  • Komunitas Urban: Inisiatif ruang publik bersama, co-working space berbasis komunitas, serta gerakan berbagi pangan di perkotaan.
  • Komunitas Rural: Pengelolaan hutan adat, sistem pertanian berbasis komunal seperti Subak di Bali, serta praktik gotong royong di desa.

Setiap studi kasus menunjukkan bagaimana masyarakat beradaptasi dengan perubahan sosial dan ekonomi sambil mempertahankan nilai-nilai berbagi.

Masa Depan Commoning: Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Buku ini tidak hanya membahas teori, tetapi juga menawarkan strategi konkret untuk mempertahankan dan mengembangkan commoning di era digital. Beberapa pendekatan yang disarankan meliputi: ✅ Kolaborasi antara komunitas dan pemerintah. ✅ Pemanfaatan teknologi secara inklusif. ✅ Penguatan kebijakan yang mendukung pengelolaan kolektif sumber daya.

Dapatkan Bukunya Sekarang!

Commoning in Hybrid Paradox Perspective adalah panduan wajib bagi akademisi, aktivis sosial, dan siapa saja yang tertarik dengan konsep berbagi sumber daya di era modern.

📖 Tersedia sekarang! Jangan lewatkan wawasan mendalam tentang bagaimana kita bisa membangun masyarakat yang lebih adil dan berkelanjutan.

📢 Bagikan pemikiran Anda di kolom komentar! Apakah praktik commoning masih relevan di dunia modern? 🤔


Oh ya, dapatkan bukunya di google play book https://play.google.com/store/books/details?id=QKNHEQAAQBAJ 

ada juga di google book http://books.google.com/books/about?id=QKNHEQAAQBAJ

 

Membangun Masa Depan yang Tangguh: Kisah di Balik Lima Buku Tentang Perubahan Iklim

Di dunia yang berubah begitu cepat ini, kita sering merasa kecil dan tak berdaya. Badai semakin kuat, suhu semakin panas, dan cuaca semakin tak terduga. Namun, di balik semua tantangan ini, ada kekuatan luar biasa yang muncul—kekuatan pengetahuan, kreativitas, dan kebersamaan. Itulah yang saya temukan dalam perjalanan menulis Climate Series, lima buku yang mengungkap tantangan dan solusi terkait perubahan iklim, serta peran kita dalam menciptakan dunia yang lebih baik.

1. Sustainable Solutions in Built Development – Membangun dengan Hati
Pembangunan sering kali dianggap sebagai musuh keberlanjutan, tetapi dalam buku pertama ini, saya menemukan bagaimana arsitektur dan infrastruktur bisa menjadi pahlawan. Buku ini mengisahkan tentang solusi hijau, inovasi dalam desain, dan bagaimana kita bisa membangun dengan hati—menghormati alam dan sumber daya yang terbatas, sambil merancang masa depan yang ramah lingkungan.

2. The Role of Society in Climate Change Adaptation – Masyarakat sebagai Pendorong Perubahan
Terkadang, kita lupa bahwa perubahan dimulai dari bawah—dari komunitas-komunitas yang berani melangkah maju. Dalam buku kedua, saya menyoroti kekuatan masyarakat dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Dari inisiatif lokal hingga gerakan global, buku ini membawa kita pada perjalanan luar biasa tentang bagaimana solidaritas dan kolaborasi dapat menciptakan solusi adaptasi yang efektif.

3. The Impact of Climate Change to Built Environment – Menghadapi Kerusakan, Membangun Kembali
Bangunan dan infrastruktur adalah saksi bisu dari perubahan iklim. Buku ini menceritakan bagaimana dampak perubahan iklim telah merubah cara kita memandang dan merancang ruang-ruang hidup kita. Dari banjir hingga suhu ekstrem, setiap tantangan ini menjadi peluang untuk membangun tempat yang lebih aman dan tangguh untuk masa depan.

4. Climate-Resilient Built Environments – Ketangguhan di Tengah Badai
Kota dan bangunan yang kita huni perlu lebih dari sekadar estetika—mereka harus mampu bertahan dalam menghadapi badai. Buku keempat dalam seri ini menggali cara-cara inovatif untuk merancang dan membangun ruang yang tahan terhadap perubahan iklim. Dari teknologi ramah lingkungan hingga strategi perencanaan kota yang lebih cerdas, ini adalah panggilan untuk menciptakan kota yang tidak hanya indah, tetapi juga tahan banting.

5. Policies and Regulations for Sustainable Development – Kebijakan yang Menuntun Perubahan
Tidak ada perubahan besar tanpa kebijakan yang mendasari. Buku terakhir dalam seri ini mengungkapkan bagaimana kebijakan global dan lokal memainkan peran penting dalam pembangunan berkelanjutan dan adaptasi perubahan iklim. Dari perjanjian internasional seperti Paris Agreement hingga kebijakan nasional yang mendorong energi terbarukan, buku ini memberikan gambaran tentang bagaimana regulasi dapat menjadi alat untuk menciptakan perubahan nyata di dunia kita.


Kelima buku ini adalah panggilan untuk kita semua—untuk bertindak, beradaptasi, dan membangun dunia yang lebih baik. Mereka adalah kisah dari berbagai sudut pandang, namun dengan satu tujuan yang sama: menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan, lebih adil, dan lebih ramah iklim.

Saya mengundang Anda untuk bergabung dalam perjalanan ini. Mari kita bersama-sama memahami tantangan yang kita hadapi, merayakan inovasi yang ada, dan berkomitmen untuk perubahan yang lebih baik. Dengan setiap halaman, kita semakin dekat pada dunia yang lebih tangguh dan penuh harapan.

#ClimateSeries #Sustainability #ClimateAction #GreenBuilding #ClimateResilience #FutureCities

Happy Climate Day!

 Memahami Keberlanjutan di Tengah Perubahan Iklim


Ada satu pertanyaan yang selalu terngiang di benak saya: Bagaimana kita bisa hidup di dunia yang terus berubah tanpa kehilangan esensi kemanusiaan kita? Pertanyaan itu terus tumbuh, berakar dalam hati, dan akhirnya membawa saya pada sebuah perjalanan untuk menemukan jawabannya.

Perjalanan itu berawal dari rasa gelisah saat melihat dampak perubahan iklim yang begitu nyata. Desa-desa kecil di pesisir tenggelam perlahan, perempuan-perempuan di wilayah terpencil harus berjalan berkilo-kilometer hanya untuk air bersih, dan kelompok-kelompok rentan sering kali terabaikan dalam diskusi besar tentang solusi. Saya tahu, kita tidak hanya membutuhkan teknologi canggih untuk mengatasi perubahan ini; kita juga butuh keadilan, inklusi, dan kemanusiaan dalam setiap langkah kita.

Di sinilah lahir ide untuk menulis Social and Economic Sustainability in the Face of Climate Change. Buku ini bukan sekadar kumpulan data dan teori, tetapi sebuah refleksi dari suara-suara yang sering kali tidak terdengar. Dalam setiap halamannya, ada cerita tentang perempuan yang berjuang melindungi desanya dari banjir, tentang komunitas yang bersatu untuk menciptakan kebijakan lokal yang adil, dan tentang bagaimana harapan tetap hidup di tengah tantangan.

Saya percaya, pembangunan berkelanjutan bukan hanya tentang menjaga lingkungan. Itu adalah soal keberanian untuk memastikan setiap orang—apa pun gender, latar belakang, atau status sosialnya—dapat berdiri sejajar dalam menghadapi masa depan. Buku ini membawa pesan bahwa keadilan iklim tidak bisa dipisahkan dari keadilan sosial.

Menulis buku ini adalah pengalaman yang penuh emosi. Setiap cerita yang saya temukan, setiap data yang saya pelajari, selalu mengingatkan saya akan hal yang sama: kita punya tanggung jawab untuk menciptakan dunia yang lebih baik, bukan hanya untuk diri kita, tetapi juga untuk generasi mendatang.

Kini, saya ingin berbagi perjalanan ini dengan Anda. Buku ini adalah ajakan untuk membuka mata, hati, dan pikiran kita. Saya ingin Anda merasakan apa yang saya rasakan—keinginan yang membara untuk membuat perubahan, sekecil apa pun langkah kita.

Mari, bersama-sama, kita wujudkan dunia yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan. Perubahan dimulai dari kesadaran, dan mungkin, hanya mungkin, buku ini bisa menjadi awalnya. 🌱

#KeadilanIklim #InklusiSosial #Keberlanjutan #PerubahanIklim #GenderEquality

Happy Climate Day!

Book Title:

Social and Economic Sustainability in the Face of Climate Change: Focus on gender, social inclusion and climate justice in development.


Get the ebook here:

https://play.google.com/store/books/details?id=fl83EQAAQBAJ

https://books.google.co.id/books/about?id=fl83EQAAQBAJ&redir_esc=y

https://bit.ly/climatejusticesosec

https://bit.ly/climatesosec

Menghubungkan Tradisi dan Teknologi: Kisah Sukses Narman dari Badui


Setiap kali nama Badui disebut, banyak orang akan teringat pada masyarakat yang dikenal dengan hukum adat yang kuat, serta keteguhan mereka dalam menjaga tradisi yang sudah berlangsung lama. Salah satu hal yang paling mencolok adalah betapa masyarakat Badui terkenal dengan gaya hidup yang sederhana dan hampir tidak terjamah oleh teknologi. Bahkan, ada yang pernah mencoba untuk memperkenalkan kelas video di Badui luar, namun akhirnya berhenti hanya sebatas wacana, karena berbagai kendala yang membuat penyelenggaranya merasa ragu. Di Badui, penggunaan gadget sangat dibatasi, jaringan internet pun tak dapat dijangkau, dan menara provider pun tidak diperbolehkan. Para ketua adat dengan teguhnya menjaga agar segala hal yang berhubungan dengan teknologi tidak merusak tatanan hidup yang telah lama ada.


Namun, ada satu nama yang kemudian mencuri perhatian banyak orang. Narman, seorang pemuda Badui, berhasil memecahkan stigma yang selama ini ada tentang masyarakat Badui. Di tengah ketatnya aturan adat, Narman menjadi pelopor yang mengubah pandangan banyak orang. Ia memperkenalkan produk kerajinan Badui ke dunia luar melalui teknologi. Sebuah langkah yang awalnya dianggap mustahil di lingkungan yang begitu menjaga tradisi, ternyata justru membawa perubahan besar. Narman berhasil membuktikan bahwa dengan pendekatan yang hati-hati, teknologi bisa menjadi alat yang memperkaya budaya, bukan mengikisnya.


Lahir pada tahun 1991, Narman memulai usaha jual beli online pada tahun 2016. Ia menjual aksesoris Badui melalui Instagram, dan untuk pertama kalinya dalam sejarah Badui, produk kerajinan mereka bisa dibeli secara online. Dalam waktu singkat, akun Instagram @Baduicraft menarik perhatian banyak orang, bahkan dari luar Badui. Berawal dari ketertarikan orang luar, tetangga dan orang terdekat pun mulai mengenal Instagram dan dunia digital. Meski sempat ditegur oleh Kokolot Baduy (Ketua Kampung), Wa Ailin, yang mengingatkan bahwa teknologi dilarang di Badui, mereka akhirnya memberi kelonggaran. Selama teknologi digunakan untuk kepentingan yang baik, seperti promosi produk, maka itu diperbolehkan.


Keputusan Narman untuk memperkenalkan kerajinan Badui ke platform-platform marketplace seperti Tokopedia dan Bukalapak semakin memperluas jangkauan produk tersebut. Omset yang awalnya hanya 2 juta per bulan meningkat pesat menjadi 10 hingga 15 juta per bulan. Ketika pandemi melanda dan penjualan menurun, Narman tidak menyerah. Ia berinovasi dengan menerapkan sistem konsinyasi—yang sudah menjadi budaya di Badui—untuk menjual produk di berbagai tempat. Sistem ini terbukti efektif dan menguntungkan.


Tak hanya mengandalkan marketplace, Narman juga memanfaatkan event-event besar untuk mempromosikan produk kerajinan Badui. Salah satu pameran besar yang diadakan di JCC Jakarta menjadi titik balik bagi usahanya. Dalam waktu 4 hingga 5 hari, omset Narman melonjak drastis hingga mencapai 70 hingga 80 juta, jauh melebihi omset rata-rata yang hanya sekitar 15 hingga 20 juta. Keberhasilan ini membuktikan bahwa produk Badui, dengan segala keunikannya, bisa bersaing di pasar yang lebih luas.


Atas usahanya yang luar biasa, Narman menerima penghargaan bergengsi, yakni UMKM Kewirausahaan dari Satu Indonesia Awards pada tahun 2018, yang diadakan oleh Astra International. Penghargaan ini menjadi simbol dari kerja keras, dedikasi, dan inovasi yang ia lakukan untuk memperkenalkan budaya Badui melalui teknologi. Tidak hanya meraih kesuksesan pribadi, Narman juga berhasil mengangkat masyarakat Badui secara ekonomi.


Namun, meskipun sudah meraih berbagai pencapaian, Narman tetap rendah hati. Ia selalu mengakui bahwa ia memiliki banyak keterbatasan. Ia mengaku kesulitan dalam berkomunikasi, dalam memahami teknologi, bahkan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Tapi, daripada merasa putus asa, Narman terus belajar. Ia mempelajari digital marketing, fotografi, dan videografi agar bisa memasarkan produk dengan cara yang lebih efektif. Bahkan, ia mulai belajar bahasa Indonesia dan Inggris agar bisa lebih memahami fitur-fitur gadget yang digunakan untuk keperluan jualan online.



Kisah Narman ini bukan hanya soal bisnis atau teknologi, tetapi juga tentang bagaimana menjaga keseimbangan antara kemajuan dan tradisi. Narman menunjukkan bahwa teknologi bisa menjadi sarana untuk memperkenalkan dan melestarikan budaya, tanpa harus mengorbankan nilai-nilai yang ada. Para sesepuh Badui mengajarkan bahwa kemajuan harus dijalani dengan hati-hati agar tidak kehilangan arah. Menurut mereka, jika kemajuan dikejar tanpa batas, kita bisa saja kehilangan identitas budaya yang telah menjadi akar bagi masyarakat. Namun, dengan pendekatan yang bijaksana, kemajuan dan tradisi bisa berjalan berdampingan.


Kiprah Narman menginspirasi tidak hanya masyarakat Badui, tetapi juga banyak orang di luar sana yang merasa terpinggirkan atau terbatas oleh kondisi mereka. Ia membuktikan bahwa tidak ada yang tidak mungkin, asal ada kemauan untuk belajar, beradaptasi, dan berinovasi. Meskipun berasal dari komunitas yang terbilang terpencil, Narman berhasil mengubah nasib dirinya dan masyarakatnya. Dan di balik segala kesuksesan itu, ia tetap menjaga kerendahan hati dan semangat untuk terus belajar. Kisah Narman adalah bukti nyata bahwa kemajuan tidak harus mengorbankan tradisi, dan teknologi bisa menjadi alat pemberdayaan yang luar biasa jika digunakan dengan bijaksana.


Postingan Lama Beranda

Daftar Blog Saya

  • DeMagz
  • dian nafi
  • Hasfa
  • hybrid writerpreneur
  • writravelicious

Popular Posts

  • 21 Pertanyaan Untuk Kreator Dan Inovator
  • Desain Rumah Tinggal Blambangan
  • Gratitude Journal 2022 Dian Nafi
  • Gratitude Journal 2021 #DNevents
  • HASFA Architecture Design Consultant
  • Arsitektur Nusantara Mengkini dan Menanti
  • Arsitektur Nusantara Yori Antar
  • New Book: Unfairness by Dian Nafi
  • Architecture Design Consultant Profile
  • Buku Baru! Novel Si Naga karya K-San

Most Popular

NanoWrimo Help Novelist

NanoWrimo Help Novelist

 Kelas Pre Toefl

Kelas Pre Toefl

Popular Posts

  • NanoWrimo Help Novelist
    NanoWrimo Help Novelist Menulis kalau nggak dipaksa seringkali gak bakal rampung. Nanowrimo adalah program internasional yang sangat ...
  • Kelas Pre Toefl
    Dibuka Kelas Pre Toefl Usia: SMP-SMA-Umum Pilihan jadual/jam: 08.00-09.30 WIB 10.00-11.30 WIB 13.00-14.30 WI...
  • Gratitude Journal 2022 Dian Nafi
    Gratitude Journal 2022 Dian Nafi   Nih dia list gratitude jurnal tahun-tahun sebelumnya: #DNevents 2021 #DNevents 2020 #DNEvents 2019 #DNEve...
  • Gratitude Journal 2021 #DNevents
     Gratitude Journal 2021 #DNevents Nih dia list gratitude jurnal tahun-tahun sebelumnya: #DNevents 2020 #DNEvents 2019 #DNEvents 2018 #DNEven...
  • Review Generasi Copy Paste
    Review Generasi Copy Paste kiriman pembaca Alhamdulillah senang sekali saat membaca review dari pembaca lagi. Kali ini dari mizukem...
  • Justice from the Ground Up: Reflections on My New Book
     Justice from the Ground Up: Reflections on My New Book When we think about justice , we often picture courtrooms, judges, and thick books ...
  • Kelas English Conversation
    Dibuka Kelas English Conversation Usia: SMP-SMA-Umum Jam: 16.00-17.30 WIB Tempat: Hasfa Camp Jalan Cempa...
  • Arsitektur Nusantara Mengkini dan Menanti
    Arsitektur Nusantara Mengkini dan Menanti Kebhinekaan Arsitektur arsitektur nusantara menggubah ruang dan bentuk, dalam prosesnya ada...

Cari Blog Ini

Events

  • Events 2022
  • Events 2021
  • Events 2020
  • Events 2019
  • Events 2018
  • Events 2017
  • Events 2016
  • Events 2015
  • Events 2014
  • Events 2013
  • Events 2011-2012

Archive

  • ▼  2025 (9)
    • ▼  Agustus (3)
      • Justice from the Ground Up: Reflections on My New ...
      • Menggali Cerita, Menemukan Makna: Belajar Riset de...
      • Menulis, Menghidupi: Perjalanan Menuju Writerprene...
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2024 (25)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (6)
  • ►  2023 (32)
    • ►  Desember (5)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2022 (36)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (9)
    • ►  September (15)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2021 (31)
    • ►  Desember (12)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2020 (89)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (12)
    • ►  Juni (9)
    • ►  Mei (9)
    • ►  April (38)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2019 (61)
    • ►  Desember (11)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (24)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Februari (3)
  • ►  2018 (46)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (8)
    • ►  Oktober (14)
    • ►  September (9)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (6)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2017 (108)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (7)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (11)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (2)
    • ►  April (57)
    • ►  Maret (13)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2016 (36)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (29)
  • ►  2015 (1)
    • ►  Juli (1)
  • ►  2014 (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
  • ►  2013 (1)
    • ►  September (1)

Make a Difference with Education

Make a Difference with Education

Pages - Menu

  • Hasfa Institute
  • Hasfa Architecture Consultant
  • Hasfa Books & Publishing
  • About and Contact Hasfa

Hasfa

Menerbitkan dan Menumbuhkan Kebaruan

Novel K-San

Novel K-San

Categories

Buku 115 arsitektur 87 Pelatihan 58 Novel 53 tips 34 cerpen 15 perempuan 11 pesantren 11 motivasi 10 puisi 10 pengembangan diri 8 enterpreneurship 7 spiritual 7 novela 4 anak 2 komik 2

Advertisement

Responsive Advertisement
  • Home
  • Books
  • _Fiksi
  • __Cerpen
  • __Novel
  • __Puisi
  • _Non Fiksi
  • _Cerita Anak
  • _Fantasi
  • Institute
  • Arsitektur
  • Foundation
  • Contact

Advertisement

AD BANNER
  • Home
  • Kelas Blog to Book
  • Kelas Writerpreneurship
  • Kelas Memoir Biografi
  • Kelas Artikel
  • Kelas Creative Writing
  • Kelas Novel
  • Kelas Cerpen
  • Kelas Menulis Fiksi
  • Kelas Penerbitan
  • Kelas Menulis Buku
  • Kelas Enterpreneurship
  • Kelas Puisi
  • Kelas Script Film

hasfriends

hasfriends

Tags

  • Kelas
  • Pelatihan
  • event
  • fiksi
  • non fiksi
  • puisi
  • review
  • tips

Hasfa Institute

  • Kelas Blog
  • Kelas Content Writing
  • Kelas Copy Writing
  • Kelas Digital Marketing

Copyright © 2016 Hasfa. Created by OddThemes