Hasfa

Menerbitkan dan Menumbuhkan Kebaruan

 



Menanam Masa Depan: Kisah Pejuang Pangan Berkelanjutan

Di sebuah lahan kecil di pinggiran kota, seorang pemuda tampak menunduk, menanam bibit sayur dengan gerak yang penuh kesabaran. Matahari mulai meninggi, embun belum sepenuhnya hilang, dan udara pagi membawa aroma tanah basah yang akrab.
Di sanalah Kevin Gani memulai harinya, dengan tangan yang kotor, tapi hati yang bersih.

Bagi Kevin, tanah bukan sekadar lahan; ia adalah ibu yang memberi kehidupan, guru yang mengajarkan ketekunan, dan cermin yang memantulkan hubungan manusia dengan alam.
Dari keyakinan itulah lahir gerakan kecilnya: inisiatif pangan berkelanjutan yang menghubungkan petani lokal, generasi muda, dan masyarakat urban dalam satu ekosistem keberlanjutan.

Kisah Kevin tidak dimulai dari kelimpahan.
Ia tumbuh di tengah paradoks negeri agraris: tanah subur yang sering ditelantarkan, hasil panen melimpah tapi petani tetap miskin, pangan berlimpah tapi banyak anak kekurangan gizi.
Kegelisahan itu menjadi api kecil yang mendorongnya untuk bergerak.

Ia mendirikan komunitas pertanian regeneratif, mengajarkan praktik bercocok tanam tanpa pestisida berlebihan, memanfaatkan limbah organik menjadi pupuk, dan memasarkan hasil tani langsung ke konsumen tanpa perantara.
Tidak hanya soal bertani, Kevin menanam kesadaran baru: bahwa makan adalah tindakan ekologis, dan setiap butir beras menyimpan kisah panjang antara manusia dan bumi.

Baginya, pangan berkelanjutan bukan jargon akademik, melainkan cara mencintai bumi secara konkret.
Ia sering berkata, “Kalau kita mencintai alam, alam akan mencintai kita kembali — lewat hasil panennya, lewat udara yang kita hirup, lewat keseimbangan hidup yang tenang.”

Aku membaca kisah Kevin dengan rasa campur aduk antara kagum dan malu.

Kagum pada ketulusannya; malu karena sering kali aku sendiri hidup terlalu jauh dari tanah.
Makanan yang kumakan setiap hari datang begitu saja — dari pasar, dari aplikasi pesan antar — tanpa pernah kupikir siapa yang menanamnya, siapa yang mencucurkan keringat di bawah terik matahari untuk memberiku sesuap nasi.

Kevin membuatku berhenti sejenak.
Ia mengingatkan bahwa hubungan manusia dengan alam adalah relasi spiritual yang sudah lama kita abaikan.
Bahwa krisis iklim, krisis pangan, dan bahkan krisis batin, bisa jadi bermula dari satu hal sederhana: kita lupa berterima kasih pada bumi.

Di lapangan, Kevin bekerja bukan sendirian.
Ia menggandeng petani muda, membangun pelatihan bagi anak sekolah, dan mengembangkan sistem distribusi yang adil.
Ia percaya, kemandirian pangan harus dimulai dari desa, dari tangan-tangan muda yang berani kembali menanam.

Lewat proyeknya, ia mengubah lahan terlantar menjadi kebun produktif, dan memadukannya dengan konsep agro-edukasi.
Anak-anak diajak turun ke tanah, merasakan tekstur lumpur, belajar menanam, dan memahami bahwa nasi bukan hanya hasil dari padi — tapi dari kerja keras, doa, dan cinta.

Aku membayangkan wajah-wajah mereka yang tertawa saat menanam bibit pertama.
Mungkin di situ ada harapan baru untuk Indonesia — harapan yang tumbuh di sela daun selada, harapan yang hijau dan hidup.

Dalam refleksiku, kisah Kevin adalah doa bagi bumi dan generasi masa depan.
Ia mengajarkanku bahwa keberlanjutan bukan tentang slogan besar, tapi tentang kesetiaan pada hal-hal kecil: tidak membuang makanan, membeli dari petani lokal, mengolah kembali sisa dapur, dan memperlakukan tanah dengan hormat.

Aku teringat masa kecilku di rumah nenek, saat kami menanam cabai di pot bekas.
Setiap kali cabai itu berbuah, ada rasa bangga kecil yang sederhana — rasa bahwa kami ikut menyambung kehidupan.
Kini, membaca perjalanan Kevin, aku merasa panggilan itu datang lagi: untuk kembali menanam, meski hanya di halaman kecil, untuk ikut menjaga keseimbangan yang rapuh antara manusia dan alam.

Kevin Gani telah meneladankan Semangat Astra untuk Indonesia dengan caranya sendiri — membumi, rendah hati, tapi berdampak.
Ia tidak menunggu perubahan datang dari atas; ia menanamnya sendiri, setiap hari, setetes demi setetes, benih demi benih.

Dan dari setiap tunas yang tumbuh di kebun kecilnya, kita belajar bahwa masa depan Indonesia tidak dibangun dari beton dan baja semata,
tetapi juga dari tanah yang subur, dari tangan yang menanam, dan dari hati yang mencintai bumi.

Aku menutup tulisan ini dengan satu kalimat yang bergema dalam pikiranku:
“Menanam adalah bentuk paling sunyi dari harapan.”
Dan di tangan Kevin, harapan itu tumbuh, hijau, lembut, dan terus hidup. 

Menghubungkan Tradisi dan Teknologi: Kisah Sukses Narman dari Badui


Setiap kali nama Badui disebut, banyak orang akan teringat pada masyarakat yang dikenal dengan hukum adat yang kuat, serta keteguhan mereka dalam menjaga tradisi yang sudah berlangsung lama. Salah satu hal yang paling mencolok adalah betapa masyarakat Badui terkenal dengan gaya hidup yang sederhana dan hampir tidak terjamah oleh teknologi. Bahkan, ada yang pernah mencoba untuk memperkenalkan kelas video di Badui luar, namun akhirnya berhenti hanya sebatas wacana, karena berbagai kendala yang membuat penyelenggaranya merasa ragu. Di Badui, penggunaan gadget sangat dibatasi, jaringan internet pun tak dapat dijangkau, dan menara provider pun tidak diperbolehkan. Para ketua adat dengan teguhnya menjaga agar segala hal yang berhubungan dengan teknologi tidak merusak tatanan hidup yang telah lama ada.


Namun, ada satu nama yang kemudian mencuri perhatian banyak orang. Narman, seorang pemuda Badui, berhasil memecahkan stigma yang selama ini ada tentang masyarakat Badui. Di tengah ketatnya aturan adat, Narman menjadi pelopor yang mengubah pandangan banyak orang. Ia memperkenalkan produk kerajinan Badui ke dunia luar melalui teknologi. Sebuah langkah yang awalnya dianggap mustahil di lingkungan yang begitu menjaga tradisi, ternyata justru membawa perubahan besar. Narman berhasil membuktikan bahwa dengan pendekatan yang hati-hati, teknologi bisa menjadi alat yang memperkaya budaya, bukan mengikisnya.


Lahir pada tahun 1991, Narman memulai usaha jual beli online pada tahun 2016. Ia menjual aksesoris Badui melalui Instagram, dan untuk pertama kalinya dalam sejarah Badui, produk kerajinan mereka bisa dibeli secara online. Dalam waktu singkat, akun Instagram @Baduicraft menarik perhatian banyak orang, bahkan dari luar Badui. Berawal dari ketertarikan orang luar, tetangga dan orang terdekat pun mulai mengenal Instagram dan dunia digital. Meski sempat ditegur oleh Kokolot Baduy (Ketua Kampung), Wa Ailin, yang mengingatkan bahwa teknologi dilarang di Badui, mereka akhirnya memberi kelonggaran. Selama teknologi digunakan untuk kepentingan yang baik, seperti promosi produk, maka itu diperbolehkan.


Keputusan Narman untuk memperkenalkan kerajinan Badui ke platform-platform marketplace seperti Tokopedia dan Bukalapak semakin memperluas jangkauan produk tersebut. Omset yang awalnya hanya 2 juta per bulan meningkat pesat menjadi 10 hingga 15 juta per bulan. Ketika pandemi melanda dan penjualan menurun, Narman tidak menyerah. Ia berinovasi dengan menerapkan sistem konsinyasi—yang sudah menjadi budaya di Badui—untuk menjual produk di berbagai tempat. Sistem ini terbukti efektif dan menguntungkan.


Tak hanya mengandalkan marketplace, Narman juga memanfaatkan event-event besar untuk mempromosikan produk kerajinan Badui. Salah satu pameran besar yang diadakan di JCC Jakarta menjadi titik balik bagi usahanya. Dalam waktu 4 hingga 5 hari, omset Narman melonjak drastis hingga mencapai 70 hingga 80 juta, jauh melebihi omset rata-rata yang hanya sekitar 15 hingga 20 juta. Keberhasilan ini membuktikan bahwa produk Badui, dengan segala keunikannya, bisa bersaing di pasar yang lebih luas.


Atas usahanya yang luar biasa, Narman menerima penghargaan bergengsi, yakni UMKM Kewirausahaan dari Satu Indonesia Awards pada tahun 2018, yang diadakan oleh Astra International. Penghargaan ini menjadi simbol dari kerja keras, dedikasi, dan inovasi yang ia lakukan untuk memperkenalkan budaya Badui melalui teknologi. Tidak hanya meraih kesuksesan pribadi, Narman juga berhasil mengangkat masyarakat Badui secara ekonomi.


Namun, meskipun sudah meraih berbagai pencapaian, Narman tetap rendah hati. Ia selalu mengakui bahwa ia memiliki banyak keterbatasan. Ia mengaku kesulitan dalam berkomunikasi, dalam memahami teknologi, bahkan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Tapi, daripada merasa putus asa, Narman terus belajar. Ia mempelajari digital marketing, fotografi, dan videografi agar bisa memasarkan produk dengan cara yang lebih efektif. Bahkan, ia mulai belajar bahasa Indonesia dan Inggris agar bisa lebih memahami fitur-fitur gadget yang digunakan untuk keperluan jualan online.



Kisah Narman ini bukan hanya soal bisnis atau teknologi, tetapi juga tentang bagaimana menjaga keseimbangan antara kemajuan dan tradisi. Narman menunjukkan bahwa teknologi bisa menjadi sarana untuk memperkenalkan dan melestarikan budaya, tanpa harus mengorbankan nilai-nilai yang ada. Para sesepuh Badui mengajarkan bahwa kemajuan harus dijalani dengan hati-hati agar tidak kehilangan arah. Menurut mereka, jika kemajuan dikejar tanpa batas, kita bisa saja kehilangan identitas budaya yang telah menjadi akar bagi masyarakat. Namun, dengan pendekatan yang bijaksana, kemajuan dan tradisi bisa berjalan berdampingan.


Kiprah Narman menginspirasi tidak hanya masyarakat Badui, tetapi juga banyak orang di luar sana yang merasa terpinggirkan atau terbatas oleh kondisi mereka. Ia membuktikan bahwa tidak ada yang tidak mungkin, asal ada kemauan untuk belajar, beradaptasi, dan berinovasi. Meskipun berasal dari komunitas yang terbilang terpencil, Narman berhasil mengubah nasib dirinya dan masyarakatnya. Dan di balik segala kesuksesan itu, ia tetap menjaga kerendahan hati dan semangat untuk terus belajar. Kisah Narman adalah bukti nyata bahwa kemajuan tidak harus mengorbankan tradisi, dan teknologi bisa menjadi alat pemberdayaan yang luar biasa jika digunakan dengan bijaksana.


Postingan Lama Beranda

Daftar Blog Saya

  • DeMagz
  • dian nafi
  • Hasfa
  • hybrid writerpreneur
  • writravelicious

Popular Posts

  • 21 Pertanyaan Untuk Kreator Dan Inovator
  • Desain Rumah Tinggal Blambangan
  • Gratitude Journal 2022 Dian Nafi
  • HASFA Architecture Design Consultant
  • Gratitude Journal 2021 #DNevents
  • Arsitektur Nusantara Yori Antar
  • Arsitektur Nusantara Mengkini dan Menanti
  • New Book: Unfairness by Dian Nafi
  • Dede's Design
  • Architecture Design Consultant Profile

Most Popular

Seri Buku “CONSCIOUSNESS” Menyelami Kesadaran dalam Kehidupan Sehari-hari

Seri Buku “CONSCIOUSNESS” Menyelami Kesadaran dalam Kehidupan Sehari-hari

Memanfaatkan GoMassage Supaya Fresh Lagi

Memanfaatkan GoMassage Supaya Fresh Lagi

Popular Posts

  • Seri Buku “CONSCIOUSNESS” Menyelami Kesadaran dalam Kehidupan Sehari-hari
      🌿 Seri Buku “CONSCIOUSNESS” oleh Dian Nafi: Menyelami Kesadaran dalam Kehidupan Sehari-hari Di tengah hiruk-pikuk dunia modern yang men...
  • Memanfaatkan GoMassage Supaya Fresh Lagi
    Seru banget waktu harus mlipir sebentar dari acara Solo city tour bareng grup Coding Mum kemarin ke acara meet up di Hotel Swiss Belinn ...
  • Dian Nafi: Leadership, Youth, Community, Social Organization, Volunteering
      Dian Nafi: Leadership, Youth, Community, Social Organization, Volunteering Education S1 Architecture Diponegoro University S2 School. Of G...
  • Apa yang Membuat Hidup Lebih Indah dan Berkilau
     Apa yang Membuat Hidup Lebih Indah dan Berkilau Alhamdulillah #bukubaru sudah tayang di  @googleplay  https://play.google.com/store/books/d...
  • Dian Nafi: Literacy, Education, Media
    Dian Nafi: Literacy, Education, Media  field/research interests Dian Nafi: Literacy, Education, Media education S1 Architecture Universitas ...
  • Broadcasting Vs Narrowcasting
    Broadcasting Vs Narrowc asting broadcasting vs narrowcasting - how do you handle it? Partly depends on the objective. e.g. when I do...
  • Tourism Management
     Tourism Management Tourism management refers to the process of planning, organizing, and coordinating various aspects of the travel and tou...
  • Novel Aimee: Seri Ulama Perempuan
     Novel Aimee: Seri Ulama Perempuan Bismillahirrahmanirrahim, sebagai rasa syukur dan mencatat pelajaran-pelajaran dari para ulama perempuan ...

Cari Blog Ini

Events

  • Events 2022
  • Events 2021
  • Events 2020
  • Events 2019
  • Events 2018
  • Events 2017
  • Events 2016
  • Events 2015
  • Events 2014
  • Events 2013
  • Events 2011-2012

Archive

  • ▼  2025 (12)
    • ▼  Oktober (2)
      • Menanam Masa Depan: Kisah Pejuang Pangan Berkelanj...
      • Seri Buku “CONSCIOUSNESS” Menyelami Kesadaran dala...
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2024 (25)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (6)
  • ►  2023 (32)
    • ►  Desember (5)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (4)
  • ►  2022 (36)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (9)
    • ►  September (15)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2021 (31)
    • ►  Desember (12)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (3)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2020 (89)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (12)
    • ►  Juni (9)
    • ►  Mei (9)
    • ►  April (38)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2019 (61)
    • ►  Desember (11)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (24)
    • ►  September (7)
    • ►  Agustus (5)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Februari (3)
  • ►  2018 (46)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (8)
    • ►  Oktober (14)
    • ►  September (9)
    • ►  Agustus (3)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (6)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2017 (108)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (7)
    • ►  Oktober (7)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (11)
    • ►  Juli (4)
    • ►  Juni (2)
    • ►  April (57)
    • ►  Maret (13)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2016 (36)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (29)
  • ►  2015 (1)
    • ►  Juli (1)
  • ►  2014 (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
  • ►  2013 (1)
    • ►  September (1)

Make a Difference with Education

Make a Difference with Education

Pages - Menu

  • Hasfa Institute
  • Hasfa Architecture Consultant
  • Hasfa Books & Publishing
  • About and Contact Hasfa

Hasfa

Menerbitkan dan Menumbuhkan Kebaruan

Novel K-San

Novel K-San

Categories

Buku 117 arsitektur 87 Pelatihan 58 Novel 53 tips 34 cerpen 15 perempuan 11 pesantren 11 motivasi 10 puisi 10 pengembangan diri 8 enterpreneurship 7 spiritual 7 novela 4 anak 2 komik 2

Advertisement

Responsive Advertisement
  • Home
  • Books
  • _Fiksi
  • __Cerpen
  • __Novel
  • __Puisi
  • _Non Fiksi
  • _Cerita Anak
  • _Fantasi
  • Institute
  • Arsitektur
  • Foundation
  • Contact

Advertisement

AD BANNER
  • Home
  • Kelas Blog to Book
  • Kelas Writerpreneurship
  • Kelas Memoir Biografi
  • Kelas Artikel
  • Kelas Creative Writing
  • Kelas Novel
  • Kelas Cerpen
  • Kelas Menulis Fiksi
  • Kelas Penerbitan
  • Kelas Menulis Buku
  • Kelas Enterpreneurship
  • Kelas Puisi
  • Kelas Script Film

hasfriends

hasfriends

Tags

  • Kelas
  • Pelatihan
  • event
  • fiksi
  • non fiksi
  • puisi
  • review
  • tips

Hasfa Institute

  • Kelas Blog
  • Kelas Content Writing
  • Kelas Copy Writing
  • Kelas Digital Marketing

Copyright © 2016 Hasfa. Created by OddThemes